Oleh Ukhti Husna
Seumpama
lautan manusia. Stasion Kota Depok dibanjiri ribuan manusia dengan
aktivitasnya.Antrian karcis diberbagai loket. Lalu lalang kereta api dari dua
arah. Hampir lima menit sekali kereta datang dari arah Jakarta. Disusul dengan
kereta Expres dari arah Pakuan Bogor menuju Station terakhir Kota
Jakarta.Sekian orang berlari tak mau tertinggal kereta. Orang turut naik dari
kendaraan berhulu satu dan berbuntut seribu itu.
Gadis berperawakan tinggi sedang
berusaha memasuki kerumunan orang yang berdesakan hendak turun dari kereta yang
mulai berjalan pelan. Tak ingin terbawa lagi oleh kereta ini yang akan melaju
menyusuri jalanan menuju kota hujan Bogor. Segera ia ikut berdesakan keluar.
Ia tetap siaga dengan tas yang
dibawanya. Tak jarang si tangan jail berusaha mengincar para penumpang yang
tengah lengah untuk menggondol bawaan mereka.Perasaanya lega setelah terlepas
dari kerumunan orang yang berdesak –desakan. Tentunya diri dan tas bawaannya
tetap aman. Si gadis tak ingin kehilangan hartanya.Tas ransel besar menggantung
dipunggung tegapnya. Kaos panjang yang ia lipat seperempat lengan membalut
tubuhnya. Dengan celana baggie panjang dan sepatu cats putih, orang bisa
menilai Giyash seoranggadis yang tomboy.
“ Haah akhirnya sampai juga.”
Ucapnya lega.Pandangannya menuju pintu keluar station.Tapi sesuatu telah
menarik perhatiannya.Seorang Ibu muda terlihat resah dan mencari
seseorang.Kekhawatiran tergambar disetiap garis wajahnya. Giyash menghampirinya
dan menanyakan apa yang telah terjadi.
“ Ibu kenapa? Ada yang dicari?”
tanyanya pada ibu itu.
“ Anak saya hilang. Tangannya
terlepas dari genggaman saya de.” cemas si ibu
“ Mungkin tertinggal dikereta “
ucapnya
“ Nggak mungin. Lalu bagaimana anak
saya?” ibu itu mulai terlihat cemas.Kereta yang tadi membawanyajuga yang
ditumpangi ibu itu perlahan melaju.Giyash bertindak cepat.
“ Ayu bu” Giyash segera menarik ibu
itu. Ibu itu terhempas megikuti langkah Giyash.Laju kereta perlahan bertambah
cepat.
“ Ayu bu naik “ pinta Giyash
padanya. Hampir saja dirinya tertinggal. Segera ia mengayunkan langkah lebih
cepat dan dengan gesitnya loncat keatas kereta. Kembali Giyash bersama ibu itu
berada dikerumunan orang.Kereta yang penuh dengan penumpang membuat kereta ini
terasa tidak nyaman.
“ Bu. Ciri anak ibu seperti apa?
Saya akan bantu mencarinya” katanya pada ibu itu.
“ Anakku perempuan. Bajunya coklat
dan celananya berwarna coklat panjang.Rambutnya panjang. Tapi ia tutup dengan
topi putihnya,” jelas si ibu
“ Ya sudah bu ayu kita cari sama –sama.” Saran Giyash.
Keduanya sama – sama mencari anak
yang hilang itu. Sang ibu terlihat bingung dengan kerumunan orang yang
berdesak.Cukup sulit memang jika harus mencari dengan keadaan seperti
ini.Sejalan dengan lajunya kereta Giyash terus berjalanmenyusuri setiap gerbong
kereta mengikuti ibu itu.Pandangannya tertuju kepada seluruh penumpang yang
duduk tenang pada kursinya.Tak sedikit pula penumpang yang tidak memndapatkan
tempat duduknya.
Diujung gerbong si ibu menarik
seorang anak perempuan yang berada dipangkuan ibunya.
“ Kamu apa –apaan?. Mau apa kamu
dengan anakku “ ketus ibu sang anak.
“ Maaf bu, saya kira anak saya “
jawab si ibu yang dari tadi berusaha mencari anaknya.
Giyash merasa aneh.Kenapa ibu itu
menyangka anak tadi sebagai anaknya. Padahal dari cara berpakaian anak itu
berbeda sekali dengan apa yang tadi dikatakannya. Ibu itu tiba – tiba
berhenti.Giyash terhenyah ikut – ikutan behenti mendadak juga. Tubuhnya harus
beradu dengan seorang Bapak yang hendak berjalan menuju pintu kereta.
“ Hati – hati neng kalau jalan!” sungut bapak itu.
“ Iya. Maaf pak “ sahut Giyash
Giyash kembali mengikuti ibu itu
dari belakang. Kembali ia mendapati ibu itu menarik seorang anak dari ibunya.
Yang lebih mengherankan anak itu bukan seorang anak perempuan melainkan anak
laki – laki.
“ Anaku “ aku ibu muda itu pada si
anak.
“ Hey, dia anakku bukan anakmu!”
ketus ibu si anak
“ Bukan dia anakku “
“Dasar kamu orang sinting “ sungut
ibu itu sambil meraih anaknya. Tak ingin anaknya diambil oleh seseorang yang
disangkanya gila.Suasana semakin ricuh.Terjadi perebutan anak antara kedua ibu
itu.Aku berjalan mendekati mereka.Berusaha melerai keduanya.Bapak yang tadi
duduk disamping ibu si anak berusaha memisahkan keduanya.Semua orang terpaku
melihat kejadian ini.
“ Maaf bu. Anak ini adalah anak ibu
ini. Jadi ibu nggak usah buat
kegaduhan dikereta ini “ ucap bapak berjenggot itu pada si ibu yang telah
kehilangan anaknya.
“ Iya. Kamu jangan coba – coba nyulik anak saya yah! Kamu bisa saya laporakan
sama polisi” gertak si ibu berbaju gamis hijau. Ibu dari sang anak.
“ Tidak. Dia anakku “ ucap kembali
ibu yang satunya.
“ Sudah. pergi kamu sana! “ usir si
ibu sambil mendudukan anaknya di jok duduk tempatnya semula.
Si ibu yang bersamaku menangis.Hatinya
seakan tertekan.Seolah ada sesuatu yang membuatnya berbuat seperti itu.Giyash
semakin tak mengerti.Kenapa ibu itu seakan sudah tidak bisa mengenali anaknya
lagi.Sampai- sampai hampir semua anak disangka anaknya yang hilang.
“ Ayo bu kita cari ditempat lain”
Giyash menuntunnya pelan. Ibu itu masih dalam isak tangisnya.Giyash memahami
perasaan ibu itu.Hampir dua puluh menit keduanya dikereta ini.Beberapa station
dilalui kereta yang mereka tumpangi.Hingga kereta sampai di pemberhentian
terakhir. Station Pakuan Bogor. Dari pencarian itu mereka tak mendapati anak si
ibu itu yang hilang.Giyash semakin tak mengerti.Ada keganjalan dalam kejadian
ini.Bagaimana mungkin anak itu tidak kami temukan.Padahal si ibu mengatakan
kalau anaknya tertinggal dikereta tadi. Giyash berfikir kalau anak itu mungkin
saja sudah keluar dari kereta di station Depok.
“ Ibu. Sebenarnya anak ibu hilang
dimana bu?“ Giyash menanyakan keheranannya pada si ibu.
“ Anakku tertinggal dikereta “
isaknya kencang.
“ Tapi bu. Kita sudah mencarinya.
Anak ibu nggak ada dikereta bu”
“ Mungkin anak itu sudah pergi
jauh.” Ucap si ibu
“ Maksud ibu? “
“ Anakku tertinggal dikereta dua
belas tahun yang lalu “
“ Apa? Jadi!”Giyash terhenyak dengan
ucapan ibu tadi.Bagaimana mungkin anak itu hilang dua belas tahun yang
lalu.Tapi ibu itu tetap mencarinya.Giyas benar – benar tak habis fikir.Dia
seakan teringat dengan masa lalunya.
Dua belas tahun yang lalu.Tepatnya
ketika Giyash masih berusia sepuluh tahun.Ia bersama ibunya hendak pergi ke
Lenteng Agung untuk menemui ayahnya. Dari Pakuan keduanya menggunakan kereta
api menuju station Depok. Seperti halnya sekarang kereta selalu berdesak –
desakan. Bahkan Giyash hamper saja terinjak oleh kaki seorang Bapak yang hendak
menerobos kerumunan. Giyas dan ibunya membawa barang cukup banyak.Ditangan ibunya terdapat dua tas besar. Bahkan Giyash
harus menenteng kantong berisikan makanan ditangannya.Saat kereta berada di
pemberhentian yang mereka tuju. Giyash tak menyadari kalau ibunya sudah
berjalan menuju pintu kereta.ia melangkah tergesa mencoba menerobos
kedepan..Giyash yang justru malah asyik
memperhatikan balon boneka yang dipegang seorang anak didekatnya. Ketika ia
sadar ibunya sudah tidak ada didekatnya. Ia tergesa menuju pintu kereta.ia
khawatir tertinggal dikereta ini.Karena waktu pemberhentian hanya terhitung
lima menit saja.bukan waktu yang lama. Setelah turun dari kereta Giyash tak
menemukan ibunya.Hingga seseorang menghampirinya.Tak tega melihat seorang
Giyash yang pada saat itu masih kecil. Anak muda bernama Yudha memberikan
informasi melalui post kehilangan anak. tapi taka da satupun seseorang datang
yan mengaku sebagai ibunya Giyash. Giyash bersedih.Yudha tak sanggup
meninggalkannya sendiri. Hingga ia menjadikan Giyash sebagai adik angkatnya.
Dan Giyash tinggak bersama yudha dan istrinya di Depok.Itulah masa lalu dimana
dia harus berpisah dengan ibunya.Ibu yang tak pernah luput dari hidupnya.Meski
ruang dan waktu memisahkannya dengan ibu terkasih.Tapi cintanya tetap bersemi.
“ Giyash anakku. Dimana kamu nak?“
gumam si ibu
Giyash semakin tercengang mendengar
ibu itu menyebut namanya sebagai anaknya.Ucapan itu membuyarkan lamunannya.Ia
melangkah mendekati seorang wanita muda cantik yang dari tadi bersamanya.
Giyash menatap dalam wajah wanita itu.
“ Ibu. Apa ini Ibu? “ ucap Giyash. Kini wanita itu yang terheran
dengan sikap Giyash.Giyash memanggilnya ibu.
“ Ibu. Ini Giyash bu. Anak ibu.Anak
ibu yang hilang distation kereta dua belas tahun yang lalu. Saat kita akan
menemui ayah. “ Giyash menyatakan semua itu pada ibunya.
“ Anaku Giyash “ wanita itu segera
merangkulnya. Isakan tangis terdengar dari kedua.
“ Ibu.dimana ayah bu? “ Tanya Giyash
“ Ayahmu meninggal na tidak lama
dari semenjak kamu menghilang. Sebenarnya saat ibu membawamu ketempat ayahmu.Ayahmu
sedang dalam keadaan kritis di rumah sakit.Kanker paru – paru yang ganas telah
menggerogotinya.Dan tak lama dari itu ayahmu menghembuskan nafas
terakhirnya.Ibu sangat terpuruk.Ibu harus kehilangan dua orang yang benar –
benar ibu cintai. “
“ Kenapa saat itu ibu nggak bilang
kalau ayah sakit “ tanyanya
“ Ibu nggak mau kamu bersedih nak”
“ Ibu “ Giyash kembali memeluk
ibunya yang selama ini dicarinya. Kebahagiaan yang tak ternilai.Kerinduan
mendalam seorang anak terhadap ibunya.Kepiawaan sosok ibu benar – benar
diinginkannya.Kini dia telah menemukan pelita hidupnya.Giyas tak menyangka
ibunya masih tetap cantik dan terlihat muda. Meski sekian tahun ia berpisah.
Dan waktu telah membuatnya lupa dan tidak mengenali ibunya.
“ Maafinibu nak. Ibu lalai menjagamu.Ibu tetap selalu
menyayangimu.Ibu tidak mau kehilanganmu lagi” dengan penuh kasih sayang ucapan
itu begitu membahagiakan bagi Giyash.
“
Ibu, meski ruang dan waktu memisahkan kita. Giyash nggak akan pernah berhenti
menyayangi ibu. Ibu adalah pelita hatiku.Ibu selalu menjadi cerminan
hidupku.Dan ibulah yang selalu jadi tumpuan hidupku untuk meraih RidhaNya bu”
tangisan penuh kebahagiaan. Station kereta api kembali menjadi tempat pertemuan seorang Ibu dan anaknya.
Yang dimasa lalu tempat ini pula yang memisahkan keduanya.Dan langit merah
dikala senja, menjadi saksi cinta kasih Ibu dan anak.
***