Minggu, 26 Agustus 2012

KRONOLOGIS KERETA API

Oleh Ukhti Husna       

Seumpama lautan manusia. Stasion Kota Depok dibanjiri ribuan manusia dengan aktivitasnya.Antrian karcis diberbagai loket. Lalu lalang kereta api dari dua arah. Hampir lima menit sekali kereta datang dari arah Jakarta. Disusul dengan kereta Expres dari arah Pakuan Bogor menuju Station terakhir Kota Jakarta.Sekian orang berlari tak mau tertinggal kereta. Orang turut naik dari kendaraan berhulu satu dan berbuntut seribu itu.
            Gadis berperawakan tinggi sedang berusaha memasuki kerumunan orang yang berdesakan hendak turun dari kereta yang mulai berjalan pelan. Tak ingin terbawa lagi oleh kereta ini yang akan melaju menyusuri jalanan menuju kota hujan Bogor. Segera ia ikut berdesakan keluar. Ia  tetap siaga dengan tas yang dibawanya. Tak jarang si tangan jail berusaha mengincar para penumpang yang tengah lengah untuk menggondol bawaan mereka.Perasaanya lega setelah terlepas dari kerumunan orang yang berdesak –desakan. Tentunya diri dan tas bawaannya tetap aman. Si gadis tak ingin kehilangan hartanya.Tas ransel besar menggantung dipunggung tegapnya. Kaos panjang yang ia lipat seperempat lengan membalut tubuhnya. Dengan celana baggie panjang dan sepatu cats putih, orang bisa menilai Giyash seoranggadis yang tomboy.
            “ Haah akhirnya sampai juga.” Ucapnya lega.Pandangannya menuju pintu keluar station.Tapi sesuatu telah menarik perhatiannya.Seorang Ibu muda terlihat resah dan mencari seseorang.Kekhawatiran tergambar disetiap garis wajahnya. Giyash menghampirinya dan menanyakan apa yang telah terjadi.
            “ Ibu kenapa? Ada yang dicari?” tanyanya pada ibu itu.
            “ Anak saya hilang. Tangannya terlepas dari genggaman saya de.” cemas si ibu
            “ Mungkin tertinggal dikereta “ ucapnya
            “ Nggak mungin. Lalu bagaimana anak saya?” ibu itu mulai terlihat cemas.Kereta yang tadi membawanyajuga yang ditumpangi ibu itu perlahan melaju.Giyash bertindak cepat.
            “ Ayu bu” Giyash segera menarik ibu itu. Ibu itu terhempas megikuti langkah Giyash.Laju kereta perlahan bertambah cepat.
            “ Ayu bu naik “ pinta Giyash padanya. Hampir saja dirinya tertinggal. Segera ia mengayunkan langkah lebih cepat dan dengan gesitnya loncat keatas kereta. Kembali Giyash bersama ibu itu berada dikerumunan orang.Kereta yang penuh dengan penumpang membuat kereta ini terasa tidak nyaman.
            “ Bu. Ciri anak ibu seperti apa? Saya akan bantu mencarinya” katanya pada ibu itu.
            “ Anakku perempuan. Bajunya coklat dan celananya berwarna coklat panjang.Rambutnya panjang. Tapi ia tutup dengan topi putihnya,” jelas si ibu
            “ Ya sudah bu ayu kita cari sama –sama.” Saran Giyash.
            Keduanya sama – sama mencari anak yang hilang itu. Sang ibu terlihat bingung dengan kerumunan orang yang berdesak.Cukup sulit memang jika harus mencari dengan keadaan seperti ini.Sejalan dengan lajunya kereta Giyash terus berjalanmenyusuri setiap gerbong kereta mengikuti ibu itu.Pandangannya tertuju kepada seluruh penumpang yang duduk tenang pada kursinya.Tak sedikit pula penumpang yang tidak memndapatkan tempat duduknya.
            Diujung gerbong si ibu menarik seorang anak perempuan yang berada dipangkuan ibunya.
            “ Kamu apa –apaan?. Mau apa kamu dengan anakku “ ketus ibu sang anak.
            “ Maaf bu, saya kira anak saya “ jawab si ibu yang dari tadi berusaha mencari anaknya.
            Giyash merasa aneh.Kenapa ibu itu menyangka anak tadi sebagai anaknya. Padahal dari cara berpakaian anak itu berbeda sekali dengan apa yang tadi dikatakannya. Ibu itu tiba – tiba berhenti.Giyash terhenyah ikut – ikutan behenti mendadak juga. Tubuhnya harus beradu dengan seorang Bapak yang hendak berjalan menuju  pintu kereta.
            “ Hati – hati neng kalau jalan!” sungut bapak itu.
            “ Iya. Maaf pak “ sahut Giyash
            Giyash kembali mengikuti ibu itu dari belakang. Kembali ia mendapati ibu itu menarik seorang anak dari ibunya. Yang lebih mengherankan anak itu bukan seorang anak perempuan melainkan anak laki – laki.
            “ Anaku “ aku ibu muda itu pada si anak.
            “ Hey, dia anakku bukan anakmu!” ketus ibu si anak
            “ Bukan dia anakku “
            “Dasar kamu orang sinting “ sungut ibu itu sambil meraih anaknya. Tak ingin anaknya diambil oleh seseorang yang disangkanya gila.Suasana semakin ricuh.Terjadi perebutan anak antara kedua ibu itu.Aku berjalan mendekati mereka.Berusaha melerai keduanya.Bapak yang tadi duduk disamping ibu si anak berusaha memisahkan keduanya.Semua orang terpaku melihat kejadian ini.
            “ Maaf bu. Anak ini adalah anak ibu ini. Jadi ibu nggak usah buat kegaduhan dikereta ini “ ucap bapak berjenggot itu pada si ibu yang telah kehilangan anaknya.
            “ Iya. Kamu jangan coba – coba nyulik anak saya yah! Kamu bisa saya laporakan sama polisi” gertak si ibu berbaju gamis hijau. Ibu dari sang anak.
            “ Tidak. Dia anakku “ ucap kembali ibu yang satunya.
            “ Sudah. pergi kamu sana! “ usir si ibu sambil mendudukan anaknya di jok duduk tempatnya semula.
            Si ibu yang bersamaku menangis.Hatinya seakan tertekan.Seolah ada sesuatu yang membuatnya berbuat seperti itu.Giyash semakin tak mengerti.Kenapa ibu itu seakan sudah tidak bisa mengenali anaknya lagi.Sampai- sampai hampir semua anak disangka anaknya yang hilang.
            “ Ayo bu kita cari ditempat lain” Giyash menuntunnya pelan. Ibu itu masih dalam isak tangisnya.Giyash memahami perasaan ibu itu.Hampir dua puluh menit keduanya dikereta ini.Beberapa station dilalui kereta yang mereka tumpangi.Hingga kereta sampai di pemberhentian terakhir. Station Pakuan Bogor. Dari pencarian itu mereka tak mendapati anak si ibu itu yang hilang.Giyash semakin tak mengerti.Ada keganjalan dalam kejadian ini.Bagaimana mungkin anak itu tidak kami temukan.Padahal si ibu mengatakan kalau anaknya tertinggal dikereta tadi. Giyash berfikir kalau anak itu mungkin saja sudah keluar dari kereta di station Depok.
            “ Ibu. Sebenarnya anak ibu hilang dimana bu?“ Giyash menanyakan keheranannya pada si ibu.
            “ Anakku tertinggal dikereta “ isaknya kencang.
            “ Tapi bu. Kita sudah mencarinya. Anak ibu nggak ada dikereta bu”
            “ Mungkin anak itu sudah pergi jauh.” Ucap si ibu
            “ Maksud ibu? “
            “ Anakku tertinggal dikereta dua belas tahun yang lalu “
            “ Apa? Jadi!”Giyash terhenyak dengan ucapan ibu tadi.Bagaimana mungkin anak itu hilang dua belas tahun yang lalu.Tapi ibu itu tetap mencarinya.Giyas benar – benar tak habis fikir.Dia seakan teringat dengan masa lalunya.
            Dua belas tahun yang lalu.Tepatnya ketika Giyash masih berusia sepuluh tahun.Ia bersama ibunya hendak pergi ke Lenteng Agung untuk menemui ayahnya. Dari Pakuan keduanya menggunakan kereta api menuju station Depok. Seperti halnya sekarang kereta selalu berdesak – desakan. Bahkan Giyash hamper saja terinjak oleh kaki seorang Bapak yang hendak menerobos kerumunan. Giyas dan ibunya membawa barang cukup banyak.Ditangan  ibunya terdapat dua tas besar. Bahkan Giyash harus menenteng kantong berisikan makanan ditangannya.Saat kereta berada di pemberhentian yang mereka tuju. Giyash tak menyadari kalau ibunya sudah berjalan menuju pintu kereta.ia melangkah tergesa mencoba menerobos kedepan..Giyash  yang justru malah asyik memperhatikan balon boneka yang dipegang seorang anak didekatnya. Ketika ia sadar ibunya sudah tidak ada didekatnya. Ia tergesa menuju pintu kereta.ia khawatir tertinggal dikereta ini.Karena waktu pemberhentian hanya terhitung lima menit saja.bukan waktu yang lama. Setelah turun dari kereta Giyash tak menemukan ibunya.Hingga seseorang menghampirinya.Tak tega melihat seorang Giyash yang pada saat itu masih kecil. Anak muda bernama Yudha memberikan informasi melalui post kehilangan anak. tapi taka da satupun seseorang datang yan mengaku sebagai ibunya Giyash. Giyash bersedih.Yudha tak sanggup meninggalkannya sendiri. Hingga ia menjadikan Giyash sebagai adik angkatnya. Dan Giyash tinggak bersama yudha dan istrinya di Depok.Itulah masa lalu dimana dia harus berpisah dengan ibunya.Ibu yang tak pernah luput dari hidupnya.Meski ruang dan waktu memisahkannya dengan ibu terkasih.Tapi cintanya tetap bersemi.
            “ Giyash anakku. Dimana kamu nak?“ gumam si ibu
            Giyash semakin tercengang mendengar ibu itu menyebut namanya sebagai anaknya.Ucapan itu membuyarkan lamunannya.Ia melangkah mendekati seorang wanita muda cantik yang dari tadi bersamanya. Giyash menatap dalam wajah wanita itu.
            “ Ibu. Apa ini Ibu?  “ ucap Giyash. Kini wanita itu yang terheran dengan sikap Giyash.Giyash memanggilnya ibu.
            “ Ibu. Ini Giyash bu. Anak ibu.Anak ibu yang hilang distation kereta dua belas tahun yang lalu. Saat kita akan menemui ayah. “ Giyash menyatakan semua itu pada ibunya.
            “ Anaku Giyash “ wanita itu segera merangkulnya. Isakan tangis terdengar dari kedua.
            “ Ibu.dimana ayah bu? “ Tanya Giyash
            “ Ayahmu meninggal na tidak lama dari semenjak kamu menghilang. Sebenarnya saat ibu membawamu ketempat ayahmu.Ayahmu sedang dalam keadaan kritis di rumah sakit.Kanker paru – paru yang ganas telah menggerogotinya.Dan tak lama dari itu ayahmu menghembuskan nafas terakhirnya.Ibu sangat terpuruk.Ibu harus kehilangan dua orang yang benar – benar ibu cintai. “
            “ Kenapa saat itu ibu nggak bilang kalau ayah sakit “ tanyanya
            “ Ibu nggak mau kamu bersedih nak”
            “ Ibu “ Giyash kembali memeluk ibunya yang selama ini dicarinya. Kebahagiaan yang tak ternilai.Kerinduan mendalam seorang anak terhadap ibunya.Kepiawaan sosok ibu benar – benar diinginkannya.Kini dia telah menemukan pelita hidupnya.Giyas tak menyangka ibunya masih tetap cantik dan terlihat muda. Meski sekian tahun ia berpisah. Dan waktu telah membuatnya lupa dan tidak mengenali ibunya.
            Maafinibu nak. Ibu lalai menjagamu.Ibu tetap selalu menyayangimu.Ibu tidak mau kehilanganmu lagi” dengan penuh kasih sayang ucapan itu begitu membahagiakan bagi Giyash.                    
          “ Ibu, meski ruang dan waktu memisahkan kita. Giyash nggak akan pernah berhenti menyayangi ibu. Ibu adalah pelita hatiku.Ibu selalu menjadi cerminan hidupku.Dan ibulah yang selalu jadi tumpuan hidupku untuk meraih RidhaNya bu” tangisan penuh kebahagiaan. Station kereta api kembali menjadi  tempat pertemuan seorang Ibu dan anaknya. Yang dimasa lalu tempat ini pula yang memisahkan keduanya.Dan langit merah dikala senja, menjadi saksi cinta kasih Ibu dan anak.
 ***          



Tidak ada komentar:

Posting Komentar