Minggu, 26 Agustus 2012

Sajak Mawar-mawar

Khoer Jurzani

Kerikil ini adalah sepasang anak panah
Yang akan membuat tubuhmu terbelah

Semerbak kuntum-kuntum mawar
Tercium hingga ujung perbatasan
Warnai tanah
Merahkan matamu yang serupa sepasang mata serigala

Hei! Ada seorang anak menyongsong jihad ke medan laga!
Diantara tank-tank baja, desingan peluru membabi buta
Dan apatchie yang hina
Ia berlari tanpa las kaki
Berlali mengikuti sang Abi
Dibelakangnya, ribuan mawar telah mekar
Warnai angkasa palestina dengan sajadah suci merah tua

Dan tanah air ini pun malamlah
Selaksa purnama mengintip di sela-sela takbir
Yang menggema

"Ya Robb.. bukankah ini saatya kami untuk shalat malam... "

Dan tanah air pun berceritalah
Tentang seorang bayi yang tiba-tiba lahir lalu terbang kelangit
Tentang seorang ibu yang ikhlas
Tentang kuntum mawar yang terus tumbung

Jantung mu akan lebur bersama pekik
burung bangkai yang kalian sebarkan di atas
kepala anak-anak palestina

Konsumsi Sehari-hari

Hamna Aima

Di laut para nelayan
Di ladang petani jalang
Di pasar para pedagang
Di terminal para supir angkot
Di stasion peminta-minta

Kau awetkan dengan formalin
Kau perjuangkan riba binasa
Tak kau hapus racun pestisida
Pemalakan berkeliaran
Kebohongan dan penipuan di obral di tengah jalan
Menjadi sebuah lingkaran syaitan

Inikah konsumsi sehari-hari?
Mulai dari pagi, siang, sore dan malam tiada henti
Dimana produsen taqwa?
Masih adakah?
Atau
Hanya tinggal nama?
 
 

AWAN KELABU

Awan selalu kelabu
Mentari dihalangi polusi yang pekat
Riuh angin pun menumbangkan bangunan-bangunan
Mental-mental cabul meluluhkan pendidikan

Adapun mereka yang luntang lantung di jembatan gantung
Terdengar isak tangis kelaparan
Dedaunan berguguran karena lupa pada Tuhan
Benih-benih kekufuran bertebaran

Aku hidup di belantara
Dimana mereka saling cakar tuk sesuap nasi
Adapun yang dimuliakan hanya
Memperjuangkan seonggok kepuasan
Awan kelabu telah merubah mental kami
Dmana kefakiran membentuk kekufuran

(Robby Akbar, 2009)

Di Batas Terang

Annifa Shafwah 

Jejak ini tak lagi dalam
Di bawah temaram kunang-kunang kota
Binar senja hampir tenggelam
Mengantar Peluh tanpa kata-kata

Kini diri bagai daun layu
Yang menjuntai lemah pada tangkai
Dan masa telah pergi dahulu
Melambai pada wajah yang berderai
Atau mungkin seperti batu
Karena kuberdiri terpaku
Mendengar angin yang pergi berlalu
Membawa asa
Bersama masa
Hanya ratap di sela ejekan rumput
Karena terang telah usai

Dan kini bagai terdampar di lautan
Yang mendayung namun tak sampai

KRONOLOGIS KERETA API

Oleh Ukhti Husna       

Seumpama lautan manusia. Stasion Kota Depok dibanjiri ribuan manusia dengan aktivitasnya.Antrian karcis diberbagai loket. Lalu lalang kereta api dari dua arah. Hampir lima menit sekali kereta datang dari arah Jakarta. Disusul dengan kereta Expres dari arah Pakuan Bogor menuju Station terakhir Kota Jakarta.Sekian orang berlari tak mau tertinggal kereta. Orang turut naik dari kendaraan berhulu satu dan berbuntut seribu itu.
            Gadis berperawakan tinggi sedang berusaha memasuki kerumunan orang yang berdesakan hendak turun dari kereta yang mulai berjalan pelan. Tak ingin terbawa lagi oleh kereta ini yang akan melaju menyusuri jalanan menuju kota hujan Bogor. Segera ia ikut berdesakan keluar. Ia  tetap siaga dengan tas yang dibawanya. Tak jarang si tangan jail berusaha mengincar para penumpang yang tengah lengah untuk menggondol bawaan mereka.Perasaanya lega setelah terlepas dari kerumunan orang yang berdesak –desakan. Tentunya diri dan tas bawaannya tetap aman. Si gadis tak ingin kehilangan hartanya.Tas ransel besar menggantung dipunggung tegapnya. Kaos panjang yang ia lipat seperempat lengan membalut tubuhnya. Dengan celana baggie panjang dan sepatu cats putih, orang bisa menilai Giyash seoranggadis yang tomboy.
            “ Haah akhirnya sampai juga.” Ucapnya lega.Pandangannya menuju pintu keluar station.Tapi sesuatu telah menarik perhatiannya.Seorang Ibu muda terlihat resah dan mencari seseorang.Kekhawatiran tergambar disetiap garis wajahnya. Giyash menghampirinya dan menanyakan apa yang telah terjadi.
            “ Ibu kenapa? Ada yang dicari?” tanyanya pada ibu itu.
            “ Anak saya hilang. Tangannya terlepas dari genggaman saya de.” cemas si ibu
            “ Mungkin tertinggal dikereta “ ucapnya
            “ Nggak mungin. Lalu bagaimana anak saya?” ibu itu mulai terlihat cemas.Kereta yang tadi membawanyajuga yang ditumpangi ibu itu perlahan melaju.Giyash bertindak cepat.
            “ Ayu bu” Giyash segera menarik ibu itu. Ibu itu terhempas megikuti langkah Giyash.Laju kereta perlahan bertambah cepat.
            “ Ayu bu naik “ pinta Giyash padanya. Hampir saja dirinya tertinggal. Segera ia mengayunkan langkah lebih cepat dan dengan gesitnya loncat keatas kereta. Kembali Giyash bersama ibu itu berada dikerumunan orang.Kereta yang penuh dengan penumpang membuat kereta ini terasa tidak nyaman.
            “ Bu. Ciri anak ibu seperti apa? Saya akan bantu mencarinya” katanya pada ibu itu.
            “ Anakku perempuan. Bajunya coklat dan celananya berwarna coklat panjang.Rambutnya panjang. Tapi ia tutup dengan topi putihnya,” jelas si ibu
            “ Ya sudah bu ayu kita cari sama –sama.” Saran Giyash.
            Keduanya sama – sama mencari anak yang hilang itu. Sang ibu terlihat bingung dengan kerumunan orang yang berdesak.Cukup sulit memang jika harus mencari dengan keadaan seperti ini.Sejalan dengan lajunya kereta Giyash terus berjalanmenyusuri setiap gerbong kereta mengikuti ibu itu.Pandangannya tertuju kepada seluruh penumpang yang duduk tenang pada kursinya.Tak sedikit pula penumpang yang tidak memndapatkan tempat duduknya.
            Diujung gerbong si ibu menarik seorang anak perempuan yang berada dipangkuan ibunya.
            “ Kamu apa –apaan?. Mau apa kamu dengan anakku “ ketus ibu sang anak.
            “ Maaf bu, saya kira anak saya “ jawab si ibu yang dari tadi berusaha mencari anaknya.
            Giyash merasa aneh.Kenapa ibu itu menyangka anak tadi sebagai anaknya. Padahal dari cara berpakaian anak itu berbeda sekali dengan apa yang tadi dikatakannya. Ibu itu tiba – tiba berhenti.Giyash terhenyah ikut – ikutan behenti mendadak juga. Tubuhnya harus beradu dengan seorang Bapak yang hendak berjalan menuju  pintu kereta.
            “ Hati – hati neng kalau jalan!” sungut bapak itu.
            “ Iya. Maaf pak “ sahut Giyash
            Giyash kembali mengikuti ibu itu dari belakang. Kembali ia mendapati ibu itu menarik seorang anak dari ibunya. Yang lebih mengherankan anak itu bukan seorang anak perempuan melainkan anak laki – laki.
            “ Anaku “ aku ibu muda itu pada si anak.
            “ Hey, dia anakku bukan anakmu!” ketus ibu si anak
            “ Bukan dia anakku “
            “Dasar kamu orang sinting “ sungut ibu itu sambil meraih anaknya. Tak ingin anaknya diambil oleh seseorang yang disangkanya gila.Suasana semakin ricuh.Terjadi perebutan anak antara kedua ibu itu.Aku berjalan mendekati mereka.Berusaha melerai keduanya.Bapak yang tadi duduk disamping ibu si anak berusaha memisahkan keduanya.Semua orang terpaku melihat kejadian ini.
            “ Maaf bu. Anak ini adalah anak ibu ini. Jadi ibu nggak usah buat kegaduhan dikereta ini “ ucap bapak berjenggot itu pada si ibu yang telah kehilangan anaknya.
            “ Iya. Kamu jangan coba – coba nyulik anak saya yah! Kamu bisa saya laporakan sama polisi” gertak si ibu berbaju gamis hijau. Ibu dari sang anak.
            “ Tidak. Dia anakku “ ucap kembali ibu yang satunya.
            “ Sudah. pergi kamu sana! “ usir si ibu sambil mendudukan anaknya di jok duduk tempatnya semula.
            Si ibu yang bersamaku menangis.Hatinya seakan tertekan.Seolah ada sesuatu yang membuatnya berbuat seperti itu.Giyash semakin tak mengerti.Kenapa ibu itu seakan sudah tidak bisa mengenali anaknya lagi.Sampai- sampai hampir semua anak disangka anaknya yang hilang.
            “ Ayo bu kita cari ditempat lain” Giyash menuntunnya pelan. Ibu itu masih dalam isak tangisnya.Giyash memahami perasaan ibu itu.Hampir dua puluh menit keduanya dikereta ini.Beberapa station dilalui kereta yang mereka tumpangi.Hingga kereta sampai di pemberhentian terakhir. Station Pakuan Bogor. Dari pencarian itu mereka tak mendapati anak si ibu itu yang hilang.Giyash semakin tak mengerti.Ada keganjalan dalam kejadian ini.Bagaimana mungkin anak itu tidak kami temukan.Padahal si ibu mengatakan kalau anaknya tertinggal dikereta tadi. Giyash berfikir kalau anak itu mungkin saja sudah keluar dari kereta di station Depok.
            “ Ibu. Sebenarnya anak ibu hilang dimana bu?“ Giyash menanyakan keheranannya pada si ibu.
            “ Anakku tertinggal dikereta “ isaknya kencang.
            “ Tapi bu. Kita sudah mencarinya. Anak ibu nggak ada dikereta bu”
            “ Mungkin anak itu sudah pergi jauh.” Ucap si ibu
            “ Maksud ibu? “
            “ Anakku tertinggal dikereta dua belas tahun yang lalu “
            “ Apa? Jadi!”Giyash terhenyak dengan ucapan ibu tadi.Bagaimana mungkin anak itu hilang dua belas tahun yang lalu.Tapi ibu itu tetap mencarinya.Giyas benar – benar tak habis fikir.Dia seakan teringat dengan masa lalunya.
            Dua belas tahun yang lalu.Tepatnya ketika Giyash masih berusia sepuluh tahun.Ia bersama ibunya hendak pergi ke Lenteng Agung untuk menemui ayahnya. Dari Pakuan keduanya menggunakan kereta api menuju station Depok. Seperti halnya sekarang kereta selalu berdesak – desakan. Bahkan Giyash hamper saja terinjak oleh kaki seorang Bapak yang hendak menerobos kerumunan. Giyas dan ibunya membawa barang cukup banyak.Ditangan  ibunya terdapat dua tas besar. Bahkan Giyash harus menenteng kantong berisikan makanan ditangannya.Saat kereta berada di pemberhentian yang mereka tuju. Giyash tak menyadari kalau ibunya sudah berjalan menuju pintu kereta.ia melangkah tergesa mencoba menerobos kedepan..Giyash  yang justru malah asyik memperhatikan balon boneka yang dipegang seorang anak didekatnya. Ketika ia sadar ibunya sudah tidak ada didekatnya. Ia tergesa menuju pintu kereta.ia khawatir tertinggal dikereta ini.Karena waktu pemberhentian hanya terhitung lima menit saja.bukan waktu yang lama. Setelah turun dari kereta Giyash tak menemukan ibunya.Hingga seseorang menghampirinya.Tak tega melihat seorang Giyash yang pada saat itu masih kecil. Anak muda bernama Yudha memberikan informasi melalui post kehilangan anak. tapi taka da satupun seseorang datang yan mengaku sebagai ibunya Giyash. Giyash bersedih.Yudha tak sanggup meninggalkannya sendiri. Hingga ia menjadikan Giyash sebagai adik angkatnya. Dan Giyash tinggak bersama yudha dan istrinya di Depok.Itulah masa lalu dimana dia harus berpisah dengan ibunya.Ibu yang tak pernah luput dari hidupnya.Meski ruang dan waktu memisahkannya dengan ibu terkasih.Tapi cintanya tetap bersemi.
            “ Giyash anakku. Dimana kamu nak?“ gumam si ibu
            Giyash semakin tercengang mendengar ibu itu menyebut namanya sebagai anaknya.Ucapan itu membuyarkan lamunannya.Ia melangkah mendekati seorang wanita muda cantik yang dari tadi bersamanya. Giyash menatap dalam wajah wanita itu.
            “ Ibu. Apa ini Ibu?  “ ucap Giyash. Kini wanita itu yang terheran dengan sikap Giyash.Giyash memanggilnya ibu.
            “ Ibu. Ini Giyash bu. Anak ibu.Anak ibu yang hilang distation kereta dua belas tahun yang lalu. Saat kita akan menemui ayah. “ Giyash menyatakan semua itu pada ibunya.
            “ Anaku Giyash “ wanita itu segera merangkulnya. Isakan tangis terdengar dari kedua.
            “ Ibu.dimana ayah bu? “ Tanya Giyash
            “ Ayahmu meninggal na tidak lama dari semenjak kamu menghilang. Sebenarnya saat ibu membawamu ketempat ayahmu.Ayahmu sedang dalam keadaan kritis di rumah sakit.Kanker paru – paru yang ganas telah menggerogotinya.Dan tak lama dari itu ayahmu menghembuskan nafas terakhirnya.Ibu sangat terpuruk.Ibu harus kehilangan dua orang yang benar – benar ibu cintai. “
            “ Kenapa saat itu ibu nggak bilang kalau ayah sakit “ tanyanya
            “ Ibu nggak mau kamu bersedih nak”
            “ Ibu “ Giyash kembali memeluk ibunya yang selama ini dicarinya. Kebahagiaan yang tak ternilai.Kerinduan mendalam seorang anak terhadap ibunya.Kepiawaan sosok ibu benar – benar diinginkannya.Kini dia telah menemukan pelita hidupnya.Giyas tak menyangka ibunya masih tetap cantik dan terlihat muda. Meski sekian tahun ia berpisah. Dan waktu telah membuatnya lupa dan tidak mengenali ibunya.
            Maafinibu nak. Ibu lalai menjagamu.Ibu tetap selalu menyayangimu.Ibu tidak mau kehilanganmu lagi” dengan penuh kasih sayang ucapan itu begitu membahagiakan bagi Giyash.                    
          “ Ibu, meski ruang dan waktu memisahkan kita. Giyash nggak akan pernah berhenti menyayangi ibu. Ibu adalah pelita hatiku.Ibu selalu menjadi cerminan hidupku.Dan ibulah yang selalu jadi tumpuan hidupku untuk meraih RidhaNya bu” tangisan penuh kebahagiaan. Station kereta api kembali menjadi  tempat pertemuan seorang Ibu dan anaknya. Yang dimasa lalu tempat ini pula yang memisahkan keduanya.Dan langit merah dikala senja, menjadi saksi cinta kasih Ibu dan anak.
 ***          



HUJAN DAN KENANGAN



Oleh : Neehaya
Add caption

 
            Malam-malam di bawah naungan lampu penerang. Nina sendirian. Ia ia hempas perut dan lelah seharian. Ujung matanya melirik jarum jam. “pukul sepuluh”. Ia menarik napas panjang. “waktunya tidur…” gumamnya. Ia pejamkan mata lalu menjatuhkan diri ke atas hamparan sepray kusam.
            Baru beberapa detik saja, kedua alisnya menegang lagi. Ia menelan ludah dengan payah. Di balik kelopak, mata itu berkoar mencari alam raya. Terbuka sudah. Kini dia tidak lagi Memejam. Matanya berkaca-kaca melihat kenangan. Isi hatinya bergejolak hingga nafasnya tersendat. Lalu ia mendengar hujan. Kemudiaan bangun meninggalkan seprai kusam.
            “Menyukai hujan di bulan September” kalimat itu Nina ketik di dalam kotak status facebook. Beberapa menit kemudian komentar pun datang. Kali ini bernama Serenada.
            “Menyukai hujan kapanpun dan dimana pun karena hujan itu romantissss…. J
Nina membalas dan begitu pula seterusnya.
N         : “Hujan menjadi pelipur lara atau malah menjadi teman yang paling menyenangkan.  Ketika ingin menumpahkan tangis, merasa senasib dengan tangis. Hee.”.
S          :  “Bukaaannn… tapi hujan emang bawa suasana sejuk dan damai. Jadi kesannya romantis. Gak peduli apapun suasana hati. Yang terasa cuman nyaman…”
N         : “Hujan beri rasa nyaman buat Rena. Tapi hujan membuat guncangan bagi Nina… Hemmmm, anehnya tetap suka hujan.”
S          : “Setiap orang punya kenangan, dan setiap kenangan pasti akan terasa manis nantinya… apalagi ketika kita mengenangkan dalam suka.”
N         : “Setuju. Boleh ku bocorkan 1 rahasia sebagai investigasi kepercayaanku terhadapmu .. ada kasus sakit lumpuh gara-gara kena serangan kenangan! Hati-hatilah terhadap kenangan J
Serena mengacungkan 1 jempol untuk Nina. Lalu dia coment lagi.
S          : “Ada juga 1 kasus kesembuhan dari kanker karena bisikan kenangan..”
N         : “Hehe… kengan bagai pisau saja. Jadikan sudut pandang sebagai pegangan atau sebagai ujungnya yang tajam mematikan… kenangan bisa menyembuhkan tergantung bagaimana sudut pandang. Dan hujan seperti energy pembangkit kenangan.”
S          : “Orang pintar pasti menjadikan kenangan sebagai pegangan yang mendamaikan… J
            Nina mengacungkan 1 jempol untuk Serena. Mereka impas.
S          : “Iklaaaaaannnnnnnn…..”
N         : “Hehehe…. Dua professor pecinta hujan akan melanjutkan acara pada jam tayang yang sama. Seperti apa penghargaan dunia terhadap temuan mereka, tentang dahsyatnya kenangan dan hujan? Saksikanlah setelah iklaaannnn….”

Nina mulai mengantuk dan dia keluar dari layar facebook. Kini ia benar-benar tertidur pulas. Hingga pagi tiba, ia kembali menengok inbox terbaru. Ternyata dari Serena.
S          : “Ini serius! Kasusnya Ren sendiri yang mengalami… 1 tahun lalu divonis kanker otak stadium 3. Nyaris tidak ada harapan untuk bisa hidup, kecuali dengan operasi. Resikonya ada 3 :  Sembuh dengan amnesia, 50% sembuh dengan kerusakan fatal pada system kerja otak atau kematian di meja operasi. Ren nggak milih ketiganya. Karena takut . tapi bukan takut mati! Bukan juga takut gagal! Ren takut hidup tanpa memory. Karena itu sama kayak mati buat Ren… kemudian Ren mulai menuliskan semua hal indah dalam buku-buku kenangan.. berharap suatu saat ren akan membacanya dan mengingatnya satu persatu. Tapi apa yang terjadi… ternyata semua hal indah itu berhubungan dengan air dan hujan..  dan Ren mulai menulis dibalik tirai hujan.. semua memory hanya yang indah. Kamu tau apa yang terjadi? 1 bulan lalu ren mulai sadar kalau sakit dikepala ren jadi jarang muncul. Ctscan terakhir sebeleum idul fitri dan bilang tumor diotak ren mengecil. Bukan karena obat. Bukan karena operasi. Karena sikap positif yang timbul ketika memandang hujan. Ketika mengenang hal manis dan kebaikan. Otak akan mencari memory tersebut dan memprosesnya.. menyebabkan aliran darah ke otak membaik. Sirkulasi oksigen bagus dan system kerja tubuh positif.
Kesadaran Ren timbul. Sakit adalah ketika hati tidak mampu mencerna kejadian menjadi pelajaran dan penghargaan pada jiwa… sehingga kinerja tubuh terpengaruh karenanya.. jadi, semua berawal dari suasana hati.. so be smile.. setiap kita senyum ada 100 otot yang berkontraksi, aliran darah terbuka lebar dan nafas jadi teratur.”

Nina tertegun lama. Ia tidak tahu apa yang mesti diucapkan tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengetik..
N         : “Waw.. Subhanalloh.. jadi ingat Film 1 liter of tears. Tapi sayang penderita yang lain belum tahu kekuatan kenangan positif seperti yang ren lakukan. Hujan/air memang memiliki power seperti penelitian yang dilakukan oleh orang jepang. Coba deh pengalaman ren diabadikan? Misal dibukukan?”

Balasan sudah terkirim. Tapi Nina masih melongo. Ia kembali membuka inbox dan membaca pesan Serena berulang-ulang. Sebelumnya Nina belum pernah bertautan dengan Serena. Maka tak heran Nina buru-buru mengintip dinding Serena. Dia klik info tentangnya. Ternyata dari DKI Jakarta. Nina menggeleng-geleng kepala. Nampaknya dia masih asing. Lalu ia kirim pesan terakhir.
N         : “Makasih benget ya Ren, udah share pengalaman yang istimewa ini. Aku sampe berulang-ulang baca tulisan kamu. Kaget dan salut… J

***